Pengemasan Daging Rajungan Pasteurisasi dalam Kaleng

  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia dikenal sebagai negara bahari dimana wilayah lautnya mencakup tiga perempat luas Indonesia atau 5,8 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, sedangkan luas daratannya hanya mencapai 1,9 juta km2. Wilayah laut yang sangat luas tersebut mengandung sumber daya alam perikanan yang sangat berlimpah (Bahar 2004), salah satunya adalah kepiting. Kepiting yang ada di Perairan Indo Pasifik lebih dari 234 jenis dan sebagian besar yaitu 124 jenis ada di Perairan Indonesia. Jenis kepiting yang populer sebagai bahan makanan dan mempunyai harga yang cukup mahal adalah Scylla serrata, dan jenis lain yang tidak kalah penting di pasaran adalah Portunus pelagicus yang biasa disebut rajungan (Bahar 2004).

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan kepiting laut yang banyak terdapat di Perairan Indonesia yang biasa ditangkap di daerah Gilimanuk (pantai utara Bali), Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar (pantai selatan Jawa Timur), Pasuruan (pantai utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah Medan, dan daerah Kalimantan Barat. Rajungan telah lama diminati oleh masyarakat baik di dalam negeri maupun luar negeri, oleh karena itu harganya relatif mahal. Manfaat rajungan sebagai bahan pangan berupa daging rajungan kaleng yang berkualitas tinggi dan memiliki protein cukup tinggi (Suwignyo 1989).

Pengalengan daging rajungan ini menggunakan teknologi pengolahan secara pasteurisasi, yaitu suatu proses pengolahan yang mengoptimalkan proses termal sehingga dapat membunuh sebagian besar mikroba yang bersifat patogen tapi tidak semua mikroba dan biasanya menggunakan suhu di bawah 1000C. Tahapan proses pengalengan rajungan biasanya meliputi penerimaan, sortasi, pengecekan akhir bahan baku, pencampuran, pengisian daging, penimbangan, penutupan kaleng, pengkodean, pasteurisasi, pendinginan, pengemasan atau pengepakan, penyimpanan dingin, dan pengangkutan (Moeljanto 1992).

Praktek lapang ini mempelajari proses pengemasan dan penyimpanan produk akhir daging rajungan kaleng pada PT. Mina Global Mandiri, Purwakarta-Jawa Barat. Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan, dan merupakan salah satu cara pengawetan produk hasil perikanan, karena pengemasan dapat memperpanjang umur simpan produk. Pengemas adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas. Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga telah menyediakan kemasan untuk bahan pangan. Dalam dunia modern seperti sekarang ini, masalah kemasan menjadi bagian kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama dalam hubungannya dengan produk pangan. Ruang lingkup bidang pengemasan saat ini juga sudah semakin luas, dari mulai bahan pengemas yang sangat bervariasi hingga model atau bentuk dan teknologi pengemasan yang canggih dan menarik.

Pada pengalengan daging rajungan menggunakan kaleng plat timah. Menurut Julianti dan Nurminah (2007), plat timah (tin plate) adalah bahan yang digunakan untuk membuat kemasan kaleng, terdiri dari lembaran baja dengan pelapis timah. Kelebihan dari tin plate adalah mengkilap, kuat, tahan karat dan dapat disolder. Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan.

Secara umum fungsi pengemasan pada bahan pangan adalah :

(1) mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga konsumen,

(2) melindungi dan mengawetkan produk seperti melindungi dari sinar ultraviolet, panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk, (3) sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat pada kemasan,

(4) meningkatkan efisiensi, misalnya : memudahkan penghitungan (satu kemasan berisi 10, 1 lusin, 1 gross dan sebagainya), (5) memudahkan pengiriman dan penyimpanan, (6) menambah daya tarik calon pembeli, (7) sarana informasi dan iklan, (8) serta memberi kenyamanan bagi pemakai.

Di samping fungsi-fungsi di atas, kemasan juga mempunyai peranan penting dalam industri pangan,yaitu : pengenal identitas produk, penghias produk, piranti monitor, media promosi, media penyuluhan atau petunjuk cara penggunaan dan manfaat produk yang ada didalamnya, bagi pemerintah kemasan dapat digunakan sebagai usaha perlindungan konsumen, dan bagi konsumen kemasan dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang isi atau produk.

Kemasan juga mempunyai sisi hitam karena sering disalahgunakan oleh produsen untuk menutupi kekurangan mutu atau kerusakan produk, mempropagandakan produk secara tidak proporsional atau menyesatkan sehingga menjurus kepada penipuan atau pemalsuan. Pengemasan bahan pangan juga dapat menambah biaya produksi, dan ada kalanya biaya kemasan dapat jauh lebih tinggi dari harga isinya. Untuk produk yang dikonsumsi oleh kelompok konsumen yang mengutamakan pelayanan, maka hal ini tidak menjadi masalah, akan tetapi untuk produk-produk yang dikonsumsi oleh masyarakat umum maka biaya pengemasan yang tinggi perlu dihindari. Biaya pengemasan utama sekitar 10-15% dari biaya produk dan biaya kemasan tambahan sekitar 5-15% dari biaya produk.

Produk akhir pengalengan daging rajungan pasteurisasi yang telah dikemas membutuhkan ruang penyimpanan yang dilengkapi dengan mesin pendingin untuk mempertahankan mutu produk sebelum produk diekspor. Ikan termasuk rajungan mengalami penurunan mutu dengan cepat dan waktu penyimpanan akan singkat jika ikan tidak ditangani dan disimpan secara tepat (Ranoemiharjo dan Soeyanto 1991). Penerapan teknologi refrigerasi (suhu rendah) pada dunia usaha perikanan atau industri perikanan sangat menguntungkan. Beberapa keuntungan tersebut antara lain: memperpanjang operasi pabrik pengolahan karena dapat menghimpun stok bahan baku pada waktu musim panen raya dan memperpanjang waktu penyimpanan dan memperluas jaringan distribusi (Ilyas 1983). Oleh karena itu perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai pengemasan dan penyimpanan produk akhir pada pengalengan daging rajungan pasteurisasi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan praktek lapang ini adalah untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan mahasiswa dibidang pengolahan hasil perikanan. Sedangkan tujuan khususnya adalah:

1) Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan S1 pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2) Mengetahui dan mempelajari kegiatan usaha perikanan di

PT. Mina Global Mandiri, Purwakarta-Jawa Barat.

3) Menambah wawasan mahasiswa dibidang pengemasan dan penyimpanan produk akhir khususnya pengalengan daging rajungan pasteurisasi.

2.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Rajungan (Portunus pelagicus)

Klasifikasi lengkap dari Rajungan menurut Suwignyo (1989) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Eumetazoa

Grade : Bilateria

Divisi : Eucoelomata

Section : Protostomia

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub Ordo : Reptantia

Seksi : Brachyura

Sub Seksi : Branchyrhyncha

Famili : Portunidae

Sub Famili : Portunninae

Genus : Portunus

Spesies : Portunus pelagicus

Gambar 1. Rajungan (Portunus pelagicus)

Sumber : PT. Mina Global Mandiri (2008)

Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan berduri-duri. Pada hewan ini terlihat menyolok perbedaan antara jantan dan betina. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa

(Suwignyo 1989).

Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan antara matanya terdapat 4 buah duri besar. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki jalan, yang pertama ukurannya cukup besar dan disebut capit yang berfungsi untuk memegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya. Sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu rajungan digolongkan kedalam kepiting berenang (swimming crab) (Suwignyo 1989).

Portunus pelagicus adalah kepiting yang berenang dan mempunyai sepasang kaki renang yang dimodifikasi untuk mendayung. Karapasnya bertekstur kasar dan lebar yang mempunyai proyeksi tertinggi di setiap sudutnya. Capitnya panjang dan ramping. Rajungan merupakan binatang aktif, namun ketika sedang tidak aktif atau dalam keadaan tidak melakukan pergerakan, rajungan akan diam di dasar perairan sampai kedalaman 35 meter dan hidup membenamkan diri dalam pasir di daerah pantai berlumpur, hutan bakau, dan batu karang. Akan tetapi sekali-kali rajungan juga dapat terlihat berenang dekat permukaan

(Anonim 2007).

Di Indonesia, rajungan tersebar hampir di seluruh perairan, khususnya di Perairan Paparan Sunda dan Perairan Laut Arafuru dengan memiliki kecenderungan padat sediaan dan potensi yang tinggi, terutama pada daerah sekitar pantai (Anonim 2007).

2.2 Komposisi Kimia Rajungan (Portunus pelagicus)

Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat, kalsium, besi, phosphor, vitamin A dan vitamin B dari rata-rata kepiting dan rajungan berturut-turut adalah 14,1 %, 210 mg/100 g, 1,1 mg/100 g, 200 SI, dan 0,05 mg/100 g.

Daging kepiting dan rajungan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Hasil analisa proksimat daging kepiting dan rajungan antara jantan dan betina (BBPMHP 1995) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisa kimia daging kepiting dan rajungan

Jenis Komoditi

Protein (%)

Lemak (%)

Air (%)

Abu (%)

Kepiting

Betina

11.45

0.04

80.68

2.45

Jantan

11.90

0.28

82.85

1.08

Rajungan

Betina

16.85

0.10

78.78

2.04

Jantan

16.17

0.35

81.27

1.85

Sumber : Laboratorium Kimia BBPMHP (1995) (Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan)

2.3 Proses Pengalengan Rajungan

2.3.1 Pengelompokan mutu daging rajungan

Menurut Philips Seafood (2005) dalam Akhmadi (2006), daging rajungan dapat digolongkan menjadi lima jenis daging (Gambar 2), yaitu:

a. Jumbo lump atau kolosal (daging putih) yang merupakan jaringan terbesar yang berhubungan dengan kaki renang.

b. Backfin (daging putih) yang merupakan jumbo kecil dan pecahan dari daging jumbo.

c. Special (daging putih) yang merupakan daging yang berada disekitar badan yang berupa serpihan-serpihan.

d. Clawmeat (daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki sampai capit dari rajungan.

e. Claw Finger (daging merah) yang merupakan bagian dari capit rajungan bersama dengan bagian shell yang dapat digerakkan.

Menurut BBPMHP (1995) daging rajungan yang diperoleh biasanya digolongkan menjadi tiga tingkatan mutu, yaitu:

a. Mutu 1 (daging super/jumbo), yaitu daging badan yang terletak di bagian bawah (berhubungan dengan kaki renang) berbentuk gumpalan besar berwarna putih.

b. Mutu 2 (daging reguler), yaitu daging badan yang berupa serpihan-serpihan, terletak disekat-sekat rongga badan berwarna putih.

c. Mutu 3 (daging merah/clawmeat), yaitu daging rajungan yang berada di kaki dan capit, berwarna putih kemerahan.

Jumbo Lump

Backfin

Special

Clawmeat

Claw finger

Gambar 2. Pengelompokkan daging rajungan

Sumber : Philips Seafood (2005) dalam Akhmadi (2006)

Rendemen total daging rajungan yang diperoleh dari pengolahan sebesar 25-30 % dari berat utuh dan besarnya rendemen ini dipengaruhi juga oleh kesegaran daging rajungan serta cara pengambilan dagingnya (picking). Rendemen daging antara kepiting dan rajungan tidak berbeda, akan tetapi rendemen rajungan antara jantan dan betina menunjukkan perbedaan, dimana rendemen daging rajungan jantan rata-rata lebih besar bila dibandingkan dengan betinanya. Dari total berat daging rajungan, biasanya rendemen dari daging rajungan terdiri dari: 10,1% (mutu 1); 8,6% (mutu 2); dan 10,5% (mutu 3). Sedangkan untuk daging kepiting terdiri dari 5,3% (mutu 1); 10,5% (mutu 2) dan 12,7% (mutu 3) (BBPMHP, 1995)

Pengolahan setiap tipe produk harus memenuhi persyaratan mutu, spesifikasi, atau standar yang ditetapkan oleh calon pembeli, oleh negara di wilayah mana produk itu didistribusi dan dikonsumsi serta oleh ketentuan internasional (Ilyas 1983).

2.3.2 Proses pengalengan daging rajungan

Secara umum tahap-tahap pengalengan dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian meskipun untuk jenis ikan tertentu kemungkinan ada perbedaan atau variasi proses pengalengannya. Adapun tahap-tahap pengalengan ikan meliputi penyediaan dan pemilihan bahan baku, pengawetan sementara bahan mentah, penyiangan dan pencucian, pemasakan pendahuluan (precooking), pengisian dalam kaleng (filling), penghampaan udara (exhausting), penutupan kaleng, sterilisasi, dan pendinginan (Moeljanto 1992).

Pasteurisasi adalah pengolahan panas yang dirancang untuk menginaktifkan sebagian saja mikroorganisme vegetatif yang terdapat dalam pangan. Makanan yang tidak steril, dengan pasteurisasi sebagaimana pengukusan, harus juga digunakan bersamaan dengan cara pengawetan lainnya (Moeljanto 1992). Setelah pasteurisasi selesai, kaleng-kaleng dikeluarkan dari retort dan segera didinginkan. Apabila tidak didinginkan kemungkinan besar akan terjadi over cooking yang menyebabkan hangusnya daging. Tujuan lainnya adalah untuk memperoleh keseragaman (waktu dan suhu) dalam proses dan untuk mempertahankan mutu produk akhir, karena apabila pendinginan terlalu lambat, pertumbuhan spora bakteri tahan panas akan distimulir (Moeljanto 1992).

Penyimpanan suatu produk pada tingkat suhu rendah tujuannya adalah untuk mempertahankan semua faktor mutu dengan daya awet selama mungkin dalam batas daya awet dan biaya yang masih menguntungkan dan sesuai dengan yang diinginkan. Sistem penyimpanan pada cold storage yang paling baik adalah dengan sistem tiupan udara (air blast freezing), kelembaban relatifnya harus tetap dipertahankan antara 80-90%.

2.4 Pengemasan

2.4.1 Pengertian dan fungsi pengemasan

Pengemasan dapat diartikan bermacam-macam antara lain (Fardiaz dan Fardiaz 1990): (1) pengemasan merupakan suatu sistem yang terkoordinasi mulai dari persiapan pangan untuk diangkut, disebar, disimpan, dijual eceran, dan sampai ke pengguna akhir, (2) pengemasan adalah suatu cara untuk menjamin penyampaian pangan kepada konsumen akhir dalam kondisi aman dan biaya rendah, dan (3) pengemasan merupakan fungsi tekno ekonomi yang bertujuan meminimalkan biaya penyampaian barang dan memaksimalkan pemasaran yang berarti ada keuntungan.

Pengemasan bahan pangan harus memperlihatkan lima fungsi utama (Buckle et al 1987), yaitu;

1. Harus dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya.

2. Harus memberikan perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan sinar.

3. Harus berfungsi secara benar, efisien, dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan. Hal ini berarti bahan pengemas harus sudah dirancang untuk siap dipakai pada mesin-mesin yang ada atau baru akan dibeli atau disewa untuk keperluan tersebut.

4. Harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut rancangan dan dapat mempermudah pada tahap selanjutnya selama pengelolaan di gudang dan selama pengangkutan untuk distribusi. Harus mempertimbangkan ukuran, bentuk dan beratnya.

5. Harus memberikan pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan. Pengepakan harus dapat menjual apa yang dilindunginya dan melindungi apa yang dijual.

2.4.2 Bahan pengemas

Bahan pengemas dapat dikelompokkan sebagai berikut (Buckle et al 1987)

1. Logam seperti lempeng timah, baja bebas timah, dan alumunium.

2. Gelas

3. Plastik dan plastik berlapis, termasuk beraneka ragam plastik tipis yang berlapis laminates dengan plastik lainnya, kertas atau logam (alumunium).

4. Kertas, paperboard.

5. Lapisan (laminate) dari satu atau lebih bahan-bahan di atas.

Pada pengalengan rajungan menggunakan kaleng plat timah yang merupakan pengemas berbahan logam. Plat timah (tin plate) adalah bahan yang digunakan untuk membuat kemasan kaleng, terdiri dari lembaran baja dengan pelapis timah. Plat timah ini berupa lembaran atau gulungan baja berkarbon rendah dengan ketebalan 0,15-0,5 mm dan kandungan timah putih berkisar antara 1,0-1,25% dari berat kaleng. Digunakan untuk produk yang mengalami sterilisasi (Julianti dan Nurminah 2007).

Gambar 3. Kaleng plat timah (tin plate)

Pengemasan produk daging rajungan kaleng juga menggunakan kemasan kertas berupa karton lipat sebagai kemasan sekunder. Pemilihan jenis atau model karton lipat yang akan digunakan sebagai pengemas, tergantung pada jenis produk yang akan dikemas dan permintaan pasar. Pengujian mutu kemasan karton lipat dapat berupa uji jatuh bagi wadah yang sudah diisi, pengujian tonjolan atau bulge, pengujian kekuatan kompresi dan daya kaku dalam hubungannya dengan kelembaban udara (Syarief et.al,. 1987).

Gambar 4. Contoh pola-pola dasar untuk membuat kemasan karton lipat

Sumber : Julianti dan Nurminah (2007)

2.4.3 Klasifikasi pengemasan

Kemasan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa cara yaitu (Julianti dan Nurminah 2007) :

1. Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan kemasan) :

a. Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan pangan. Misalnya kaleng susu, botol minuman, bungkus tempe.

b. Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok-kelompok kemasan lain. Misalnya kotak karton untuk wadah susu dalam kaleng, kotak kayu untuk buah yang dibungkus, keranjang tempe dan sebagainya.

c. Kemasan tersier, kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah kemasan primer, sekunder atau tersier. Kemasan ini digunakan untuk pelindung selama pengangkutan. Misalnya jeruk yang sudah dibungkus, dimasukkan ke dalam kardus kemudian dimasukkan ke dalam kotak dan setelah itu ke dalam peti kemas.

2. Klasifikasi kemasan berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan :

a. Kemasan hermetis (tahan uap dan gas) yaitu kemasan yang secara sempurna tidak dapat dilalui oleh gas, udara atau uap air sehingga keadaan hermetis wadah ini tidak dapat dilalui oleh bakteri, kapang, ragi dan debu. Misalnya kaleng dan botol gelas yang ditutup secara hermetis. Kemasan hermetis dapat juga memberikan bau dari wadah itu sendiri, misalnya kaleng yang tidak berenamel.

b. Kemasan tahan cahaya yaitu wadah yang tidak bersifat transparan, misalnya kemasan logam, kertas dan foil. Kemasan ini cocok untuk bahan pangan yang mengandung lemak dan vitamin yang tinggi, serta makanan hasil fermentasi, karena cahaya dapat mengaktifkan reaksi kimia dan aktivitas enzim.

c. Kemasan tahan suhu tinggi, yaitu kemasan untuk bahan yang memerlukan proses pemanasan, pasteurisasi dan sterilisasi. Umumnya terbuat dari logam dan gelas.

2.5 Kerusakan Makanan dalam Kaleng selama Penyimpanan

Kerusakan produk kaleng biasanya disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme, kebocoran kaleng, dan underprocess. Kebocoran kaleng terjadi dari kerusakan kaleng, tertusuk benda tajam atau penanganan yang kasar (Ibrahim et.al 2007). Menurut Julianti dan Nurminah (2007), bahan pangan akan mengalami perubahan-perubahan selama penyimpanan, dan perubahan ini dapat terjadi baik pada bahan pangan segar maupun pada bahan pangan yang sudah mengalami pengolahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan biokimia, kimia atau migrasi unsur-unsur ke dalam bahan pangan.

Kerusakan kimia yang paling banyak terjadi pada makanan yang dikemas dengan kemasan kaleng adalah hydrogen swell. Kerusakan lainnya adalah interaksi antara bahan pembuat kaleng yaitu Sn dan Fe dengan makanan yang dapat menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan, kerusakan mikrobiologis dan perkaratan (korosi). Perkaratan adalah pembentukan lapisan longgar dari peroksida yang berwarna merah coklat sebagai hasil proses korosi produk pada permukaan dalam kaleng. Pembentukan karat memerlukan banyak oksigen, sehingga karat biasanya terjadi pada bagian head space dari kaleng. Proses korosi jika terus berlangsung dapat menyebabkan terbentuknya lubang dan kebocoran pada kaleng. Perkaratan pada kemasan kaleng ini dapat menyebabkan terjadinya migrasi Sn ke dalam makanan yang dikemas (Julianti dan Nurminah 2007).

Kerusakan mikrobiologis dipengaruhi permeabilitas kemasan terhadap kontaminasi udara luar yang memicu pertumbuhan mikroorganisme, terutama terhadap mikroorganisme yang anaerob patogen. Untuk melindungi bahan pangan yang dikemas terhadap kontaminasi mikroorganisme, maka perlu dipilih jenis kemasan yang dapat melindungi bahan dari serangan mikroorganisme. Penyebab kontaminasi mikroorganisme pada bahan pangan adalah :

– kontaminasi dari udara atau air melalui lubang pada kemasan yang ditutup secara hermetis

– penutupan (proses seaming) yang tidak sempurna

– kerusakan seperti sobek atau terlipat pada bahan kemasan.

Kerusakan yang terjadi terhadap makanan dalam kaleng juga dapat disebabkan karena kerusakan mekanis. Faktor-faktor mekanis yang dapat merusak bahan-bahan hasil pertanian segar dan bahan pangan olahan adalah :

a. Stress atau tekanan fisik, yaitu kerusakan yang diakibatkan karena jatuh atau oleh adanya gesekan.

b. Vibrasi (getaran), yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bahan atau kemasan selama dalam perjalanan atau distribusi. Untuk menanggulanginya dapat digunakan bahan anti getaran.

2.6 Pelabelan dan Desain Kemasan

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996 yang dimaksud dengan label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Informasi yang diberikan pada label tidak boleh menyesatkan konsumen. Pada label kemasan, khususnya untuk makanan dan minuman, sekurang-kurangnya dicantumkan hal-hal berikut (Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan) :

a. Nama produk

b. Daftar bahan yang digunakan

c. Berat bersih atau isi bersih

d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia

e.Keterangan tentang halal

f.Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa.

Selain itu keterangan-keterangan lain yang dapat dicantumkan pada label kemasan adalah nomor pendaftaran, kode produksi serta petunjuk atau cara penggunaan, petunjuk atau cara penyimpanan, nilai gizi serta tulisan atau pernyataan khusus. Nomor pendaftaran untuk produk dalam negeri diberi kode MD, sedangkan produk luar negeri diberi kode ML. Kode produksi meliputi : tanggal produksi dan angka atau huruf lain yang mencirikan batch produksi.

Petunjuk atau cara penggunaan diperlukan untuk makanan yang perlu penanganan khusus sebelum digunakan, sedangkan petunjuk penyimpanan diperlukan untuk makanan yang memerlukan cara penyimpanan khusus, misalnya harus disimpan pada suhu dingin atau suhu beku. Nilai gizi diharuskan dicantumkan bagi makanan dengan nilai gizi yang difortifikasi, makanan diet atau makanan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Informasi gizi yang harus dicantumkan meliputi : energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral atau komponen lain. Gambar yang tertera pada label kemasan juga harus sesuai dengan isi produk, sebagai contoh produk udang harus mencantumkan gambar udang bukan gambar ikan (Julianti dan Nurminah 2007).

2.7 Penyimpanan Dingin (Chill Storage)

Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan yaitu -2 sampai 100C. Meskipun air murni membeku pada suhu 00C, tetapi beberapa ada yang tidak membeku sampai -20C atau di bawahnya (Winarno dan Fardiaz 1973). Suhu pendinginan yang dapat memperlambat pertumbuhan atau aktivitas mikroorganisme atau mungkin membunuh beberapa bakteri, tetapi pendinginan maupun pembekuan tidak dapat digunakan untuk membunuh semua bakteri. Penyimpanan bahan makanan pada suhu rendah dapat mengakibatkan perubahan mutu. Pendinginan dapat berpengaruh terhadap rasa, tekstur, dan nilai gizi serta sifat-sifat lainnya (Winarno dan Fardiaz 1973).

Penggunaan blast freezer sebagai penyimpanan dingin pada ruang penyimpanan produk akhir tergantung pada tipe dan volume produk yang disimpan sebagai kunci utama untuk menentukan kecepatan pendinginan yang dibutuhkan selama penyimpanan. Suhu rendah yang diperlukan pada blast freezer dimana infiltrasi panas harus terjaga pada level yang sangat rendah dengan tujuan mengurangi kristal es yang terbentuk. Oleh karena itu, digunakan pintu ruangan pendingin berinsulator yang dirancang dengan baik untuk mencegah terjadinya kebocoran suhu yang dikombinasikan dengan konstruksi ruangan berinsulator yang sesuai agar aplikasi mesin blast freezer dapat efektif (Anonim 2008).

Gambar 5. Layout sirkulasi udara dingin dengan blast freezer pada Chill Storage

Pola penyusunan penyimpanan produk akhir dapat dengan menggunakan Pallet Racking System, yang digunakan agar produk disusun dan disimpan secara sistematis sehingga memudahkan ketika pembongkaran ataupun ketika pengambilan sampel. Pallet racking system ini disesuaikan dengan tipe dan volume produk, kapasitas ruangan, bagaimana produk disimpan, dan frekuensi penyusunan secara perputaran ataupun urutan untuk akses penyimpanan produk (Anonim 2008). Penggunaan fasilitas ruang pendingin sebagai gudang penyimpanan produk akhir harus memperhatikan tipe produk dan toleransinya terhadap perubahan suhu secara fluktuatif yang mungkin terjadi selama penyimpanan dalam chill storage. Penentuan penggunaan pintu berinsulator berdasarkan tipe, ukuran, lokasi ruang pendingin juga dapat menambah efisiensi operasi ruang pendingin (Anonim 2008).

3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktek Lapang

Pelaksanaan praktek lapang ini dilaksanakan di PT. Mina Global Mandiri, Purwakarta-Jawa Barat. Waktu pelaksanaannya dimulai pada tanggal 14 Juli 2008 sampai dengan 14 Agustus 2008.

3.2 Metode Pelaksanaan Praktek Lapang

Metode yang digunakan dalam melaksanakan praktek lapang ini merupakan metode pengumpulan data yang terdiri dari;

3.2.1 Metode pengumpulan data primer

§ Observasi yaitu pengamatan langsung kegiatan pengemasan daging rajungan kaleng di perusahaan.

§ Wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan proses kegiatan.

§ Partisipasi langsung dengan perusahaan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan pengalengan daging rajungan.

§ Pencatatan data yang meliputi keadaan umum perusahaan dan sarana perusahaan dalam proses penanganan pengalengan daging rajungan.

3.2.2 Metode pengumpulan data sekunder

§ Mengumpulkan data hasil produksi dan mencatat data sekunder dari perusahaan serta hal-hal yang berkaitan dengan proses pengalengan

§ Mengumpulkan data sekunder yang berasal dari literatur yang berkaitan dengan proses pengalengan terutama pengemasan.

3.3 Metode Pengumpulan dan Pengujian Data

Data dikumpulkan dan diuji berdasarkan pencarian fakta dengan interpretasi secara sistematis, sesuai dengan tujuan kegiatan yang dilaksanak

4. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Lokasi Perusahaan

Lokasi PT. Mina Global Mandiri berada di Jalan Raya Cikampek, Purwakarta Km 5, Desa Cibening, Bungursari, Purwakarta, Jawa Barat. PT. Mina Global Mandiri mempunyai areal pabrik seluas 25431 m2 dan areal bangunan seluas 4334 m2 dengan bangunan fisik berupa kantor pusat, bangunan pabrik, dua bangunan gudang, dua pos keamanan, mess karyawan dan mushola.

4.2 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT. Mina Global Mandiri merupakan perusahaan persero yang bergerak di bidang industri pengolahan hasil laut (seafood industry). PT. Mina Global Mandiri berdiri pada awal tahun 2005 dan mulai beroperasi pada bulan Agustus 2005. Berdirinya PT. Mina Global Mandiri diprakarsai oleh orang-orang yang telah berpengalaman dalam bisnis pengolahan produk hasil laut.

Produk yang dihasilkan oleh PT. Mina Global Mandiri saat ini hanya berupa daging rajungan dalam kaleng. Dalam tahap pengembangan perusahaan direncanakan akan memproduksi produk-produk hasil olahan laut lainnya selain rajungan yaitu berupa ikan beku, udang beku dan produk laut lainnya yang mempunyai nilai tambah. Produk akhir yang dihasilkan adalah daging rajungan kaleng dengan merk sesuai permintaan buyer yang dikirim ekspor ke pasar Amerika.

4.3 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja

Pimpinan tertinggi di PT. Mina Global Mandiri adalah Dewan Komisaris dan Direktur Utama. Terdapat empat manajemen yang masing-masing dipimpin oleh direktur, yaitu Direktur Operasional, Direktur Keuangan, Direktur Marketing dan Direktur Business Development dengan total karyawan sebanyak 203 karyawan yang terdiri atas 4 orang bagian manajemen, 29 staf, dan 170 orang buruh. Struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.4 Fasilitas Produksi

Fasilitas pendukung produksi yang dimiliki perusahaan antara lain laboratorium pengujian mikrobiologi dan kimia, ruang produksi, ruang pasteurisasi, ruang pendingin, gudang, tempat pengolahan air, dan tempat pengolahan air limbah. Sedangkan fasilitas yang disediakan perusahaan untuk karyawan antara lain mushola, mess karyawan, toilet, ruang istirahat dan loker untuk karyawan serta lapangan olahraga.

4.4.1.1 Sarana dan Prasarana Produksi

Ÿ Bangunan

Bangunan yang terdapat di perusahaan terdiri dari 5 bangunan utama, yaitu ruang produksi, kantor pusat, mushola, gudang, dan mess karyawan. Bangunan pendukung seperti ruang satpam dan ruang generator supply.

Ÿ Ruang Produksi

Ruang produksi merupakan ruang utama proses pengolahan. Ruang produksi terdiri dari bagian receiving, sortir, mixing, final checking, filling, dan seaming, pasteurisasi dan cooling, ruang pengemasan dan stuffing. Dilengkapi dengan laboratorium, ruang penghancuran es, chilling room, kamar footbath, toilet dan ruang changing uniform bagi karyawan.

Ÿ Chilling Room

Chilling room yang terdapat di perusahaan terdiri dari chilling room penyimpanan bahan baku dan penyimpanan produk akhir.

Ÿ Unit Pengolahan Limbah

Unit pengolahan limbah menampung limbah cair dan padat yang dihasilkan selama proses pengolahan. Limbah cair ditampung bak penampungan kemudian difiltrasi dengan 3 kali proses penjernihan menggunakan bantuan mikroorganisme pengurai limbah berupa bakteri anaerob. Limbah cair yang sudah jernih dialirkan ke kolam pemeliharaan lele untuk pengujian kelayakan air. Limbah padat berupa plastik dikumpulkan untuk dijual kembali sehingga dapat dimanfaatkan.

4.4.1.2 Peralatan Produksi

Ÿ Timbangan

Jenis timbangan yang digunakan yaitu timbangan digital dengan kapasitas 1200 gram sebanyak 7 unit. Digunakan untuk menimbang bahan baku yang datang, daging dan cangkang hasil sortir, serta berat kaleng yang telah terisi daging.

Ÿ Meja sortasi

Meja sortasi berbentuk persegi panjang dengan ukuran (2×1)m2 sebanyak 20 unit terbuat dari stainless steel dan kapasitas beban 200 kg.

Ÿ Meja timbangan

Meja timbangan terdapat dua ukuran yaitu besar dan kecil sebanyak 5 unit terbuat dari stainless steel. Meja timbangan besar berukuran (50×40)cm2 dengan kapasitas 50 kg, sedangkan meja timbangan kecil berukuran (20×30)cm2 dengan kapasitas 2 kg.

Ÿ Meja pencuci kaleng

Meja pencuci kaleng berbentuk persegi dengan memiliki wadah pencucian yang terbuat dari stainless stell dilengkapi dengan water heater, jumlah 1 unit dengan kapasitas 1 keranjang (60-70 kaleng).

Ÿ Basket (keranjang)

Basket (keranjang) berbentuk persegi panjang dengan ukuran (91x53x46)cm3 terbuat dari bahan vilon sebanyak ±70 unit yang memiliki kapasitas 50-60 kg.

Ÿ Mesin penutup kaleng

Mesin penutup kaleng sebanyak 3 unit dengan jenis penggunaan secara manual 1 unit dan penggunaan secara semi automatis 2 unit. Bagian-bagian mesin seamer yaitu: roll 1, roll 2, seam chuck, lifter, head luar, dan pedal injak. Cara pengoperasian yaitu sebelum digunakan dipastikan mesin dalam keadaan OFF kemudian membuka cover mesin untuk membersihkan roll dengan oli (food grade) setelah itu ditutup kembali, mengecek tekanan angin pada manometer berkisar pada tekanan ± 5 bar. Penyalaan mesin ON dan melakukan seaming pada kaleng dengan meletakkan kaleng diatas lifter kemudian pedal kaki diinjak agar lifter bergerak ke atas, ketika kaleng mengenai roll terjadi proses double seaming dengan 2 tahap yaitu pelipatan wadah diikuti dengan penekanan dan perekatan antara bibir kaleng dengan tutup kaleng, pedal kaki dilepaskan dan lifter bergerak kebawah dengan kaleng sudah tertutup rapat. Kaleng diperiksa kembali hasil seaming terutama overlap kaleng.

Ÿ Mesin pengkodean

Jenis mesin pengkodean yang digunakan adalah ink jet printing sebanyak 1 unit. Bagian-bagian mesin yaitu : message set up, line set up, dan printer set up. Message set up berfungsi mengatur penampilan dan posisi dari message pada permukaan produk. Line set up berfungsi memasukkan parameter dari production line (conveyor) ke printer untuk menyamakan kerja printer dan conveyor. Printer set up berfungsi mengatur internal clock (jam dan tanggal). Cara kerja alat ini adalah berdasarkan prinsip fisika dari suatu cairan yang berada dalam tekanan, ultrasonic vibration, dan gaya elektrostatik.

Ÿ Mesin penghancur es (ice crusher)

Mesin penghancur es yang merupakan mesin rakitan terdiri dari 2 bagian utama yaitu roll penggiling dan motor penggerak, sebanyak 1 unit yang membutuhkan daya listrik sebesar 380 volt serta es yang dihasilkan merupakan es curah.

Ÿ Boiler

Boiler yang digunakan tipe horizontal sebanyak 1 unit dengan kapasitas 1 ton uap/jam. Fungsi boiler yaitu memanaskan air pada tank pasteurisasi. Cara pengoperasian yaitu sebelum boiler dinyalakan tekanan mesin diatur dibawah 10 bar dan dinyalakan untuk memanaskan air dengan waktu pemanasan air selama

40 menit. Mesin ini menggunakan bahan bakar solar, dan lama pengoperasian selama 9-20 jam.

Ÿ Bak pasteurisasi

Bak pasteurisasi dengan bentuk persegi dan ukuran (420x78x75)cm3 dari jenis bahan stainless steel, terdapat sebanyak 3 unit dengan kapasitas 1 unit sebesar 262 kg. Pasteurisasi dilakukan pada bak pasteurisasi yang telah terisi air bersih. Sumber panas pasteurisasi berasal dari uap panas yang dihasilkan oleh boiler dan disalurkan dengan pipa khusus ke bak pasteurisasi. Di dalam bak pasteurisasi juga dialiri gas yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari kompresor dan bertujuan untuk meratakan panas. Pasteurisasi dilakukan selama 155 menit pada suhu 80-85o C.

Ÿ Bak pendinginan

Bak pendinginan dengan bentuk persegi dan ukuran (420x78x75)cm3 dari jenis bahan stainless steel, terdapat sebanyak 3 unit dengan kapasitas 1 unit dapat menampung 8 fiber es (±262 kg). Pendinginan dilakukan pada bak pendingin yang telah terisi air bersih serta pecahan es. Selama pendinginan, suhu dipertahankan pada suhu 0 – 4 oC selama 120 menit. Bak pendingin juga dialiri gas yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari kompresor.

· Peralatan penunjang lainnya

Peralatan penunjang lainnya yang digunakan yaitu: lori, fiber, pinset, baskom, nampan, dan pallet. Lori sebanyak 3 buah digunakan sebagai alat pengungkit ketika membawa beban berat. Fiber sebanyak ±50 buah digunakan untuk menyimpan es batu yang telah dihancurkan ataupun bahan baku sebelum diproduksi. Pinset sebanyak ±50 buah digunakan untuk memudahkan operator sortir mengambil cangkang dari daging. Baskom digunakan sebagai wadah daging ketika filling. Nampan digunakan sebagai wadah es pendingin daging. Pallet yang terbuat dari bahan vilon digunakan sebagai alas tumpukan master karton produk akhir di chilling room.

4.4.1.3 Penunjang Produksi

4.4.1.3.1 Ruang Pendingin

Ÿ Kamar pendingin

Ruang pendingin tedapat 2 jenis, yaitu chill storage temporary yang digunakan untuk menyimpan bahan baku sebelum diproses dan chill storage untuk menyimpan produk akhir sebelum dilakukan stuffing. Chill storage temporary berukuran (3×4)m2 dengan suhu -20C sampai 100C dan kapasitas ±25 keranjang, sedangkan chill storage penyimpanan produk akhir berukuran (12×10)m2 dengan suhu 00C sampai -50C dan kapasitas ±13.500 master carton (73548 kg).

4.4.1.3.2 Laboratorium

Laboratorium terletak pada salah satu bagian ruang produksi yang dihubungkan dengan ruang footbath, dengan luas (4×10)m2. Laboratorium digunakan untuk pengujian biologi dan kimia. Pengujian mikrobiologi berupa uji TPC, koliform, Staphylococcus aureus, Salmonella, Escherichia coli, dan Vibrio parahaemolitycus. Pengujian kimia berupa uji CAP (kloramfenikol), formalin, residu klorin dan pengukuran pH air limbah dan air yang digunakan pada unit pengolahan. Peralatan yang digunakan yaitu refrigerator, autoklaf, inkubator, oven, vortex, waterbath, coloni counter, starpack dan exhaust plan.

4.4.1.3.3 Sumber Air

Sumber air yang digunakan di perusahaan berasal dari air sumur yang memiliki kualitas setara dengan standar air minum dan telah diuji kelayakannya untuk digunakan pada unit pengolahan.

4.4.1.3.4 Sumber Tenaga Listrik

Sumber tenaga listrik berasal dari PLN dengan jumlah supply sebesar 180 A, 68 megawatt, dengan bahan baku solar. Penggunaan generator set tipe manual dengan bantuan accu memiliki kapasitas 250 kVA yang dapat mensuplai listrik selama 24 jam dan kecepatan maksimum 1500 rpm selama pengoperasiannya.

4.4.1.3.5 Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan adalah Portunus pelagicus 1766 yang ditangkap di perairan Indonesia. Bahan baku yang datang berupa daging rajungan yang sudah dikupas di mini plant yang berasal dari berbagai daerah seperti Cirebon, Cilincing, Sulawesi, Kalimantan dan daerah lainnya. Bahan baku dikirim dengan dikemas wadah plastik atau toples kemudian disimpan dalam fiber atau blong yang ditambahkan es kedalamnya kemudian diangkut menggunakan truk atau pick up.

4.4.1.3.6 Bahan Pembantu

Ÿ Air

Air yang digunakan adalah air sumur yang telah diuji kelayakannya dan memiliki kualitas sebanding dengan standar air minum.

Ÿ Es

Es yang digunakan berasal dari Karawang, dikirim menggunakan truk. Es yang dikirim dalam bentuk es balok. Es yang digunakan di unit pengolahan memenuhi persyaratan kualitas air minum dan ditangani serta disimpan di tempat yang bersih agar terhindar dari kontaminasi.

Ÿ Klorin

Menurut peraturan Menkes No.722/Menkes/Per/IX/88, baik klorin maupun klorin dioksida tidak tercatat sebagai BTP (Bahan Tambahan Pangan) dalam kelompok pemutih dan pematang tepung. Sedangkan kaporit dan sodium hipoklorit umum digunakan sebagai sanitizer dengan perannya sebagai desinfektan yang handal. Pada proses pengolahan rajungan, klorin digunakan sebagai desinfektan yang dilakukan pengenceran pada air pencuci tangan dengan konsentrasi

15 ppm, air yang digunakan pada footbath sebesar 200 ppm, dan pada air cuci peralatan sebesar 20 ppm.

Ÿ SAPP (Sodium Acid Pyrophosphat)

SAPP dalam bentuk serbuk putih yang halus kemudian disaring dan dipanaskan dengan air hingga mendidih dengan jumlah pengenceran yang disesuaikan dengan permintaan buyer kemudian didinginkan. SAPP dalam bentuk cair ditambahkan ke dalam kaleng sebelum dan sesudah pengisian daging.

4.4.1.3.7 Bahan Pengemas

Ÿ Kaleng

Kaleng yang digunakan adalah jenis tin plate bentuk silinder dengan ukuran 401×301 inch berasal dari suplier UCC dan IMCP.

Ÿ Karton

Tipe pengemas karton yang digunakan terdiri dari dua bahan yaitu kertas kerdut (corrugated sheet) sebagai pelapis dan master karton lapis lilin berupa kardus lipat dengan ukuran (41×30,5×9)cm3.

4.4.1.3.8 Transportasi

Jenis transportasi darat yang digunakan untuk mengangkut produk akhir adalah container sewa sebanyak 1 unit dengan kapasitas sebesar 2100 master carton untuk container ukuran 20 feet dan kapasitas sebesar 3500 master carton untuk container ukuran 40 feet. Container yang digunakan dilengkapi dengan mesin pendingin yang menjaga suhu dalam container berkisar antara 00C sampai 100C.

4.5 Dampak Keberadaan Perusahaan Terhadap Masyarakat Terkait

PT. Mina Global Mandiri memberikan dampak positif bagi masyarakat terkait, dengan adanya industri pengolahan daging rajungan kaleng di Desa Cibening, Purwakarta-Jawa Barat membuka lapangan kerja yang besar bagi masyarakat sekitar dengan secara langsung meningkatkan kesejahteraan mereka. Bagi masyarakat sekitar khususnya anak-anak yatim piatu, pihak perusahaan mengadakan program anak asuh dengan membiayai pendidikan dan bantuan peralatan sekolah serta uang saku. Perusahaan juga sering mengadakan kegiatan social gathering bagi seluruh karyawan dengan turut mengundang masyarakat sekitar pabrik. Hasil pembuangan limbah pabrik pun ditangani dengan baik sehingga tidak menimbulkan polusi yang mengganggu masyarakat sekitar.

5.PROSES PRODUKSI

Proses pengolahan meliputi penerimaan bahan baku (receiving), distributor, penyortiran, pemeriksaan akhir (final checking), pencampuran (mixing), pengisian daging dalam kaleng (filling), penimbangan, penutupan kaleng (seaming), pengkodean (coding), pasteurisasi, pendinginan (shock chilling), pengemasan (packing), penyimpanan dingin (chill storage), stuffing. Diagram alir proses pengolahan daging rajungan kaleng di processing plant dapat dilihat pada Gambar 6.

5.1 Penerimaan bahan baku (receiving)

Bagian receiving menerima bahan baku berupa daging rajungan kupas yang berasal dari miniplant di berbagai daerah seperti Jakarta, Cirebon, Pangandaran, Sulawesi, dan Kalimantan. Bahan baku yang datang dikemas menggunakan wadah toples dan plastik kemudian dimasukkan dalam fiber, blong, ataupun styrofoam yang tertutup rapat dengan perekat. Penyimpanan daging dalam fiber, blong, ataupun styrofoam perlu ditambahkan es kedalamnya untuk mempertahankan suhu selama pengangkutan tetap rendah yaitu ±100C. Pengangkutan bahan baku dari tempat asalnya menggunakan truk atau pick-up.

Bahan baku yang datang lebih dulu, dibongkar juga lebih dulu dengan menerapkan sistem FIFO (First In First Out). Daging ditimbang berdasarkan jenis daging dan asal suplier yang jumlahnya disesuaikan dengan surat pengiriman jumlah daging yang dikirim oleh suplier. Setelah penimbangan, petugas quality control melakukan pengecekan terhadap kesegaran daging berdasarkan parameter aroma dan diambil sampel untuk dilakukan uji kloramfenikol, Salmonella, Escherichia coli, Vibrio sp., dan formalin di laboratorium. Area receiving merupakan area CCP (Critical Control Point) karena jika daging yang datang kemudian masuk dalan proses produksi mengandung kloramfenikol, maka tidak dapat dicegah lagi pada tahap pengolahan selanjutnya.

Daging yang segar dalam wadah toples ataupun plastik yang telah ditimbang dimasukkan dalam keranjang (basket) dengan posisi miring dan tiap lapisan diberi es. Petugas receiving memberikan label pada tiap keranjang kemudian dimasukkan ke ruang proses untuk disortir ataupun disimpan dalam cold storage temporary jika bahan baku yang datang melimpah, sedangkan daging yang sudah basi ataupun berbau asing (amoniak, minyak tanah, solar, dan lain-lain) dipisahkan untuk reject.

5.2 Distribusi

Petugas distribusi mendapatkan informasi bahan baku yang datang dari tiap supplier layak diolah atau tidak menunggu hasil uji kloramfenikol dari petugas laboratorium. Jika hasil uji CAP negatif, maka petugas distribusi membagikan daging pada tiap meja sortir dan menentukan kode supplier.

5.3 Sortasi

Sortasi dilakukan untuk memisahkan cangkang rajungan dan benda asing (rambut, batu, benang jaring, dan bahan pengotor lainnya) yang masih terdapat pada daging sehingga diharapkan hanya daging rajungan murni yang masuk proses selanjutnya. Penyortiran dilakukan berdasarkan jenis daging, hal ini untuk memudahkan tahap pengisian daging dalam kaleng. Jenis daging yang disortasi langsung dipisahkan berdasarkan tipe daging, yaitu collosal, jumbo, backfin, flower lump, spesial dan claw meat. Pemisahan daging ini dimaksudkan untuk mengefisienkan kerja serta supaya memastikan daging tidak tercampur, karena daging pada masing-masing bagian tersebut mempunyai harga yang berbeda Selama kegiatan sortasi, benda asing terlihat dengan bantuan lampu neon sedangkan cangkang rajungan dapat terlihat karena berpendar dibawah lampu sinar UV. Daging yang telah disortir kemudian dilakukan penimbangan untuk mengetahui hasil sortir yang diperoleh.

Daging rajungan

Penerimaan (receiving)

Distribusi

Penyortiran

Pengecekan akhir (final checking)

Pencampuran (mixing)

Pengisian daging dalam kaleng

Penimbangan

Pengkodean (coding)

Pasteurisasi

Penutupan kaleng (seaming)

Pendinginan (cooling)

Pengemasan (packaging)

Penyimpanan dingin produk akhir

Stuffing

Gambar 6. Diagram alir proses pengolahan daging rajungan

di PT. Mina Global Mandiri

5.4 Pengecekan akhir (Final checking)

Tahap akhir dari sortasi adalah final checking untuk memastikan daging yang akan dimasukkan dalam kaleng bebas dari cangkang dan benda asing. Pada tahap ini juga dilakukan pengecekan kesegaran daging. Daging yang lunak, basi, berbau asing segera dipisahkan dan reject. Pengecekan akhir termasuk CCP area karena jika cangkang dan benda asing lolos pada tahap pengecekan akhir maka sulit diperbaiki pada tahap selanjutnya dan dapat mempengaruhi kualitas daging yang dikalengkan.

Operator sortir memberikan hasil sortir ke bagian final checking, jika masih terdapat cangkang dan benda asing maka dilakukan pengembalian. Petugas quality control melakukan pengecekan kesegaran daging berdasarkan aroma, warna dan penampakan. Daging yang lolos dilakukan penimbangan untuk membandingkan hasil sortir, jumlah cangkang dan benda asing, serta berat awal daging ketika penerimaan. Data penimbangan dimasukkan dalam dokumen Laporan Hasil Sortir (LHS) yang digunakan untuk mendokumentasikan kecepatan kerja para karyawan dalam penyortiran dan sebagai bukti atau acuan bagi pembayaran ke pemasok daging rajungan.

5.5 Pencampuran (Mixing)

Proses pencampuran daging rajungan dari semua miniplant (suplier) untuk mendapatkan kualitas daging yang seragam berdasarkan parameter aroma, warna, tekstur, dan penampakan. Mixing merupakan pencampuran daging rajungan dari satu pemasok dengan daging rajungan dari pemasok lain untuk memperoleh kualitas daging yang baik. Pencampuran daging tidak hanya berasal dari dua pemasok, tetapi dapat lebih dari dua pemasok. Pencampuran daging berdasarkan juga pada jenis daging yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Formulasi daging yang dicampur telah ditetapkan berdasarkan jenis daging dan standar yang ditentukan oleh buyer (pembeli) seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Pencampuran dan pengisian daging dalam kaleng berdasarkan jenis daging

Produk

Dressing

Isi

Collosal

± 90 buah/kaleng

Jumbo

± 95-120 buah/kaleng

Super lump

Jus A dan jus B/ lump flower

Backfin dan lump flower

Lump

Reguler besar dan reguler kecil (50:50)

Spesial

Reguler besar dan reguler kecil (30:70)

Claw meat

merus

Pecahan merus, carpus, dan claw meat

Sumber : Fauziah (2007) dalam Ibrahim et.al,. (2007)

5.6 Pengisian daging dalam kaleng (Filling)

Daging yang telah mengalami pencampuran kemudian dimasukkan ke dalam wadah kaleng tin plate berukuran (401 x 301) inch. Sebelum dilakukan pengisian, kaleng terlebih dahulu disortir dan dicuci di gudang kemudian diberi larutan SAPP (sodium acid pyrophosphate) yang berfungsi sebagai pencegah terbentuknya warna biru (blueing) pada daging.

SAPP atau disodium pyrophosphate (Na2H2P2O7) dengan berat molekul 221,94 g/mol merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam proses pengalengan daging rajungan. SAPP merupakan bahan tambahan pangan yang berwujud bubuk berwarna putih, licin dan larut dalam air. Pemakaian bahan tambahan ini merupakan bahan tambahan pangan yang telah diizinkan pemakaiannya berdasarkan peraturan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan (Anonim, 2006 dalam Akhmadi 2006). SAPP memiliki dua fungsi sebagai bahan tambahan pangan. Fungsi SAPP yang pertama sebagai sequestrant yaitu phospat pada SAPP memiliki kemampuan untuk mengkelat logam Cu dan Fe pada lapisan kaleng (Claus et. Al., 1994 dalam Akhmadi 2006). Kemampuan mengkelat ini dapat mencegah terjadinya reaksi Cu dan Fe yang terdapat pada lapisan kaleng dengan lemak pada daging rajungan. Cu dan Fe yang terdapat pada lapisan kaleng dapat sebagai katalis oksidasi lemak pada daging rajungan sehingga dapat mengkompleks dan merubah warna daging menjadi biru atau biasa disebut dengan blueing (Mar-Less, 2006 dalam Akhmadi 2006).

Fungsi SAPP yang kedua menurut Mar-Less (2006) dalam Akhmadi (2006) yaitu mencegah terjadinya pembentukan struvites. Struvites adalah rasa seperti berpasir yang terkadang dapat dirasakan pada daging rajungan. Hal ini disebabkan oleh komponen magnesium pada daging rajungan yang dapat mengkristal. Kristal yang tebentuk disebabkan oleh perlakuan panas yang tinggi pada saat proses pasteurisasi. SAPP dapat mengkompleks magnesium dan mencegah terjadinya pembentukan kristal-kristal yang menyebabkan struvites (Anonim, 2006 dalam Akhmadi 2006).

Pada filling ini juga dilakukan penataan bentuk daging di dalam kaleng supaya terlihat rapi dan menarik ketika konsumen membuka kemasannya. Setelah daging tertata rapi lalu ditambahkan larutan SAPP untuk kedua kalinya. Penambahan larutan SAPP yang kedua ini dimaksudkan untuk meratakan larutan tersebut ke seluruh isi kaleng. Jumlah SAPP yang ditambahkan disesuaikan dengan permintaan buyer (tiap merek produk memiliki jumlah SAPP yang berbeda-beda). Sebagai contoh merek X menambahkan larutan SAPP sebelum dan sesudah kaleng diisi daging sebanyak 5 ml sehingga jumlah larutan SAPP yang ditambahkan sebanyak 10 ml. Jumlah SAPP yang diizinkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 untuk produk sardin dan sejenisnya sebesar 5 gram/kg (Anonim 2001).

5.7 Penimbangan

Daging yang sudah dimasukkan dalam kaleng dilakukan penimbangan akhir untuk mencapai berat 453,6 gram. Penimbangan akhir dilakukan untuk menentukan berat bersih dari produk sebelum dilakukan penutupan kaleng dan mencegah terjadinya overweight atau underweight pada produk akhir yang dapat menimbulkan masalah economic fraud.

5.8 Penutupan kaleng (Seaming)

Penutupan kaleng dilakukan secara hermetis menggunakan mesin double seamer. Kaleng yang telah diisi dengan daging diberi tutup dengan label atau merek sesuai dengan jenis dagingnya. Mutu dari produk juga sangat ditentukan oleh efisiensi dari mesin seamer tersebut. Untuk menjaga efisiensi dari mesin, maka setiap 1 jam diambil satu kaleng untuk dilakukan pengecekan terhadap dimensi kaleng (seaming teardown evaluation). Dimensi kaleng yang diukur yaitu tinggi kaleng, lebar seam, ketebalan seam, counter sink, kait depan, kait badan, bebas kerut dan overlap kaleng. Jika dimensi kaleng tidak sesuai dengan standar dari perusahaan, maka dilakukan penyetingan kembali mesin double seamer. Pengecekan dari dimensi kaleng ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kebocoran pada produk akibat seaming.

Proses penutupan kaleng termasuk CCP area, yaitu jika terjadi penyimpangan seam yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan kebocoran kaleng berukuran mikroskopis dan rekontaminasi pada produk (kerusakan makanan dalam kaleng). Oleh karena itu, operator seaming melakukan pemeriksaan secara visual pada tiap kaleng hasil seaming. Pada kaleng yang mengalami seam vee, seam cut, seam drop ataupun patah karena operasi alat seamer yang tidak baik, dilakukan re-pack pada kaleng dan diganti menggunakan kaleng yang baru untuk dilakukan seaming ulang.

5.9 Pengkodean (Coding)

Pengkodean dilakukan setelah kaleng ditutup. Pemberian kode dilakukan pada bagian bawah kaleng dengan menggunakan mesin coding jet print. Tujuan dari pengkodean adalah untuk mempermudah pelacakan atau recall produk jika terjadi masalah. Dalam kode tersebut terdapat informasi kode perusahaan, jenis daging, kode mixing, nomor basket, tanggal produksi (Julian date), dan tahun produksi. Pemberian kode harus sesuai dengan kode produksi yang berlangsung serta posisi kode yang tepat dan jelas. Jika terjadi kesalahan pemberian kode maka hasil coding yang salah dihapus menggunakan tinner dan dilakukan pemeriksaan visual pada tiap kaleng.

5.10 Pasteurisasi

Proses pasteurisasi merupakan proses pemasakan daging dalam kaleng pada suhu ±80-850C selama 155 menit. Kaleng yang telah ditutup dan diberi kode dimasukkan ke dalam basket untuk selanjutnya dipasteurisasi. Tiap basket berisi 60-75 kaleng. Pasteurisasi dilakukan pada bak pasteurisasi yang telah terisi air bersih. Sumber panas pasteurisasi berasal dari uap panas yang dihasilkan oleh boiler dan disalurkan dengan pipa khusus ke bak pasteurisasi. Di dalam bak pasteurisasi juga dialiri gas yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari kompresor dan bertujuan untuk meratakan panas. Pasteurisasi dilakukan selama 155 menit pada suhu 84,4 – 85,5 oC.

Selama proses pasteurisasi berlangsung, suhu air dan produk dipantau secara terus menerus tiap 5 menit dengan menggunakan temperature recorder, termometer manual, dan sensor suhu. Hasil rekaman suhu digunakan untuk menentukan f-value produk. Tiap merek produk memiliki kisaran f-value yang berbeda-beda sesuai permintaan buyer (pembeli). Informasi f-value ditentukan untuk mengetahui tingkat kematangan produk. Selain suhu, waktu pasteurisasi juga menentukan mutu produk yang dihasilkan yaitu daya simpan produk yang diinginkan.

5.11 Pendinginan (Cooling)

Proses pendinginan merupakan perlakuan thermal shock pada produk dengan pendinginan pada suhu 00C selama 2 jam menggunakan air bersih yang ditambahkan es curai. Proses ini dilakukan segera setelah produk diangkat dari bak pasteurisasi. Pada tahap pendinginan juga dilakukan pemantauan secara berkala terhadap suhu air dan produk menggunakan termometer manual dan sensor suhu. Hasil rekaman suhu digunakan untuk menentukan nilai f-value produk. F-value menunjukkan tingkat kematangan produk dan tingkat keberhasilan proses pasteurisasi dan pendinginan dalam kemampuan proses untuk mematikan organisme target (bakteri pembentuk spora yang tahan panas). Selama pendinginan, suhu dipertahankan pada kisaran 0 – 4 oC selama 120 menit. Bak pendingin juga dialiri gas yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari kompresor dan bertujuan untuk meratakan suhu. Proses ini ditujukan untuk membunuh bakteri thermofilik yang belum mati saat pasteurisasi.

5.12 Pengemasan (Packing)

Proses pengemasan menggunakan master carton yang dilapisi lilin yang dapat memuat 12 kaleng dengan suhu ruangan berkisar antara 00C- 40C. Proses pengemasan dilakukan secara manual oleh operator. Kaleng yang telah dilakukan proses cooling, diletakkan di meja pengemasan untuk dibersihkan dari kotoran daging yang masih menempel dan dikeringkan menggunakan lap. Kaleng dimasukkan ke dalam master carton sebanyak 12 kaleng yang sebelumnya pada bagian bawah master carton telah diberi pelapis berupa corrugated sheet, begitu pula pada bagian atas kaleng. Pengisian kaleng sesuai berdasarkan jenis produk dengan label pada master carton kemudian master carton direkat menggunakan lakban yang berlabel merk buyer. Selama proses pengemasan dilakukan pengecekan terhadap timbulnya karat pada kaleng, kesesuaian kode produksi pada kaleng, dan kesesuaian label pada master carton yang digunakan dengan produk. Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada tahap pengkodean dapat dicegah pada tahap pengemasan, selain itu kaleng yang terdapat karat dalam proporsi yang besar dan mengalami kerusakan fisik seperti penyok segera dipisahkan kemudian direkam dalam form packing report.

5.13 Penyimpanan dingin (Chill Storage)

Produk yang telah dikemas dimasukan dalam chill storage dengan suhu ruangan 00±20C. Penyimpanan dilakukan dengan menerapkan sistem FIFO (First In First Out), dan diletakkan secara teratur berdasarkan merek produk dan jenis produk yang disusun berdasarkan abjad. Penyimpanan produk akhir dengan ketinggian yang tidak melebihi garis pembatas (tidak melebihi ketinggian alat pendingin), dan diberi jarak dengan dinding serta produk tidak bersentuhan langsung dengan lantai sehingga penumpukan menggunakan alat penunjang yaitu pallet.

5.14 Stuffing

Stuffing merupakan proses pengangkutan produk akhir dari chill storage ke container untuk ekspor. Stuffing dilakukan dengan memperhatikan parameter suhu selama pengangkutan. Suhu dipertahankan berkisar antara 00C-70C. Selama proses stuffing produk dimasukkan dalam container dengan penyusunan berdasarkan jenis produk dan nomor urut master carton. Jenis produk dimasukkan secara berurut dari awal hingga akhir yaitu claw meat, spesial, lump, super lump, jumbo, dan collosal dengan produk claw meat dibagian paling dalam container diikuti spesial, lump, super lump, dan jumbo kemudian produk collosal diletakkan paling akhir sehingga ketika produk dikeluarkan dari container untuk diuji yang paling mudah diambil adalah produk collosal . Metode penyimpanan seperti ini akan membantu petugas quality control untuk memeriksa kesesuaian jumlah produk yang akan dikirim dengan permintaan pembeli serta kemudahan melakukan traceabillity produk jika terjadi masalah. Persiapan dokumen ekspor juga dilakukan sebelum proses stuffing, seperti surat keterangan jalan untuk ekspor dan hasil pengujian laboratorium terhadap mutu produk akhir seperti kandungan kloramfenikol dan mikrobiologi.

6. PEMBAHASAN

6.1 Bahan pengemas yang digunakan

Pengemasan mempunyai banyak fungsi dan peran. Fungsi yang paling mendasar adalah untuk mewadahi dan melindungi produk yang dikemas. Dengan pewadahan ini produk menjadi mudah disimpan, diangkut, dan dipasarkan. Dengan wadah pula suatu komoditas pangan dapat dengan cepat diketahui jumlahnya dan konsumen dapat dilayani menurut kebutuhannya (Soekarto 1990).

Proses pengemasan daging rajungan kaleng di PT. Mina Global Mandiri menggunakan bahan pengemas yang terdiri dari 2 jenis, yaitu kemasan primer dan kemasan sekunder. Kemasan primer yang digunakan yaitu wadah kaleng tin plate, sedangkan kemasan sekunder yang digunakan adalah master karton yang terbuat dari bahan kardus dengan diberi lapisan lilin. Kaleng yang digunakan berukuran 401×301 inch berasal dari 2 suplier yaitu merk UCC dan IMCP. Menurut Julianti dan Nurminah (2007), ukuran kaleng dapat dinyatakan dengan penomoran sebagai berikut : 211 x 300 atau 303 x 406. Tiga digit yang pertama (yaitu 211 atau 303) menyatakan diameter kaleng sedangkan 3 digit terakhir menyatakan tinggi kaleng. Angka pertama dari diameter kaleng atau tinggi kaleng menyatakan satuan inchi, sedangkan 2 angka terakhir menunjukkan 1/16 inchi. Kaleng yang digunakan dengan ukuran 401 x 301, menunjukkan diameter kaleng adalah 4 1/16 inchi dan tinggi 3 1/16 inchi. Master carton yang digunakan berukuran (41×30,5×9)cm3, dengan diberi corrugated sheet pada lapisan atas dan bawah master carton untuk mencegah terjadinya benturan.

Penggunaan kaleng jenis tin plate berdasarkan sifat korosif kaleng yang sangat rendah dan kemampuan kaleng melindungi produk dari kerusakan mekanis dan biologi selama distribusi dan penyimpanan. Adapun penentuan ukuran kaleng ditentukan sesuai permintaan buyer. Menurut Julianti dan Nurminah (2007), kelebihan dari tin plate adalah mengkilap, kuat, tahan karat dan dapat disolder. Tetapi kekurangannya adalah terjadi penyimpangan warna permukaan tin plate karena bereaksi dengan makanan yang mengandung sulfur, yang disebut dengan sulphur staining/feathering (terbentuknya noda sulfur pada permukaan tin plate). Kekurangan ini dapat diatasi dengan proses lacquering dan pasivitasi yaitu melapisi tin plate dengan lapisan krom setebal 1-2 mg/m2. Proses lacquering dan pasivitasi dapat memperpanjang daya simpan tin plate dan mencegah terjadinya sulphur staining. Pada lapisan dalam kaleng menggunakan lapisan enamel jenis C berwarna keemasan, yang digunakan pada produk hasil laut yang mengandung sulfida. Berdasarkan Julianti dan Nurminah (2007), Enamel C digunakan sebagai pelapis bagian dalam kaleng untuk produk jagung, kacang polong dan bahan pangan yang mengandung sulfida termasuk hasil laut, dengan bahan dasar berupa oleoresin dan pigmen ZnO yang disuspensikan. Oleoresinous lacquers, digunakan untuk berbagai tujuan, harganya murah, pelapis dengan warna keemasan. Digunakan untuk bir, minuman sari buah dan sayuran. Pelapis ini dapat digabung dengan zink oksida (C’enamel) yang digunakan untuk kacang-kacangan, sayur, sop, daging dan bahan pangan lain yang mengandung sulfur. Selain itu pada tahap pengisian daging ke dalam kaleng diberi bahan tambahan pangan yaitu SAPP yang dapat mencegah terjadinya perubahan warna pada daging (blueing).

Kaleng yang digunakan merupakan kaleng tipe kaleng tiga lembar (Three- piece-cans) yaitu, kaleng yang mempunyai satu lingkaran dan dua tutup. Bahan baku kaleng tiga lembar ini adalah plat timah (TP) atau baja bebas timah (TFS).

Penggunaan master carton sebagai pengemas sekunder berdasarkan pemilihan jenis atau model karton lipat yang akan digunakan sebagai pengemas, tergantung pada jenis produk yang akan dikemas dan permintaan pasar. Menurut Julianti dan Nurminah (2007), pengujian mutu kemasan karton lipat dapat berupa uji jatuh bagi wadah yang sudah diisi, pengujian tonjolan atau bulge, pengujian kekuatan kompresi dan daya kaku dalam hubungannya dengan kelembaban udara. Master carton yang datang dari suplier dalam lembaran kardus yang siap dilipat dan berfungsi untuk melindungi produk akhir dari benturan, gesekan, dan memudahkan dalam transportasi. Karton lipat yang digunakan pada bagian luarnya dilapisi lilin yang berfungsi menghambat air, tahan terhadap minyak atau oli dan daya rekat panas yang baik. Kertas lilin adalah kertas yang dilapisi dengan lilin yang bahan dasarnya adalah lilin parafin dengan titik cair 46-74oC dan dicampur polietilen (titik cair 100-124oC) atau petrolatum (titik cair 40-52oC). Pada bagian atas dan bawah produk diberi lapisan corrugated sheet yang berfungsi untuk menahan terjadinya benturan dan gesekan, lapisan ini digunakan sebagai tambahan pada bagian dalam master carton. Menurut Syarief et.al., (1987), corrugated sheet ini berupa karton bergelombang atau karton beralur dengan lapisan luar berupa kertas kraft dan lapisan tengah yang bergelombang merupakan kertas medium. Corrugated sheet ada beberapa macam, yaitu :

single wall : satu lapis dengan ketebalan ± 3 mm (B/Flute) dan 4 mm (C/Flute)

double wall : 2 lapis dengan ketebalan ± 7 mm (CB/Flute)

triple wall : 3 lapis, dan lain-lain.

Di Indonesia jenis yang lazim digunakan adalah single wall dan double wall. Sedangkan yang digunakan pada proses pengemasan pengalengan daging rajungan yaitu corrugated sheet tipe double wall.

Berdasarkan klasifikasi pengemasan, kaleng tin plate yang digunakan merupakan kemasan sekali pakai yaitu kemasan yang langsung dibuang setelah digunakan; berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan kemasan) merupakan kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan pangan; kemudian termasuk kemasan yang kaku dan bersifat hermetis serta tahan terhadap suhu tinggi; dan kemasan ini juga merupakan kemasan yang siap pakai. Master karton yang digunakan merupakan kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok-kelompok kemasan lain sebagai kotak karton untuk wadah daging rajungan dalam kaleng; bersifat fleksibel dan tahan terhadap cahaya; serta merupakan wadah siap dirakit atau wadah lipatan yaitu kemasan yang masih memerlukan tahap perakitan sebelum diisi.

6.2 Proses pengemasan

Proses pengemasan yang berlangsung di PT. Mina Global Mandiri berawal dari penerimaan kaleng, tutup kaleng, master karton, dan corrugated sheet oleh operator gudang. Barang yang datang dilakukan pembongkaran kemudian pengecekan kualitas barang oleh petugas quality control untuk memastikan barang-barang yang datang jumlah dan keadaannya sesuai dengan pesanan. Bahan pengemas disimpan dalam gudang dan dilakukan penyortiran. Badan kaleng diperiksa satu per satu apakah terdapat cacat, karat, penyok, dan label yang tidak jelas, begitu pula pada tutup kaleng. Penyortiran ini dilakukan oleh operator gudang sebelum kaleng digunakan dalam proses produksi. Kaleng yang telah disortir dicuci dengan menggunakan air panas yang berasal dari water heater dengan suhu air 1000C, kemudian dibilas dan siap dipakai oleh operator filling. Proses pengisian daging dalam kaleng, kaleng diberi SAPP dengan jumlah tertentu (sesuai permintaan buyer, misal: sebanyak 3 ml sebelum dan 3 ml sesudah kaleng diisi daging) kemudian dimasukkan daging sesuai jenisnya. Daging dalam kaleng ditimbang agar beratnya tepat 453,6 gram (berat daging dengan penambahan SAPP), setelah itu diberi tutup dengan label yang sesuai jenis daging.

Tahap selanjutnya yaitu seaming dan coding, pada tahap ini operator seaming selalu memeriksa kualitas kaleng dengan seaming teardown evaluation (evaluasi pembongkaran seam kaleng). Adapun standar untuk masing-masing pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar evaluasi pembongkaran seam kaleng

Pengukuran

Standar yang digunakan

Tinggi kaleng

77,10 – 77,70 mm

Lebar Seam

2,91 – 3,20 mm

Ketebalan Seam

1,23 – 1,43 mm

Counter Sink

3,03 – 3,33 mm

Kait depan

1,76 – 2,16 mm

Kait badan

1,80 – 2,20 mm

Bebas Kerut

Min 70 %

Overlap

Min 1,1

Sumber : PT. Mina Global Mandiri (2008)

Berdasarkan standar tersebut, pemeriksaan kaleng dilakukan secara acak setiap 1 jam sekali 1 kaleng. Kaleng yang tidak memenuhi standar direject. Setelah proses seaming, juga dilakukan pemeriksaan terhadap visual kaleng hasil seaming, bila terdapat kerusakan segera dipisahkan dan di bongkar agar daging dikemas kembali ke dalam kaleng yang baru. Kaleng dengan hasil seaming yang baik dilakukan pengkodean pada bagian bawah kaleng dengan posisi tepat di tengah dan jelas (mudah terbaca). Kode produksi memberikan informasi mengenai kode negara, kode perusahaan, tipe produk, kode suplier (kode mixing), nomor basket, tanggal produksi ( Julian date), dan tahun produksi. Kaleng yang telah diberi kode siap untuk dipasteurisasi dan cooling.

Kaleng-kaleng yang merupakan produk akhir setelah proses cooling dipindahkan ke ruang pengemasan. Berdasarkan informasi operator pasteurisasi mengenai jumlah kaleng tiap jenis daging yang dipasteurisasi, operator packing menyiapkan jumlah master carton dan sticker label yang akan digunakan disesuaikan dengan label jenis daging. Kaleng yang masuk ke ruang packing masih dalam keadaan basah, kemudian di lap dan diperiksa visual kaleng apakah terdapat penyok, karat, atau salah kode dan diperiksa jumlah kaleng sesuai atau tidak dengan informasi yang telah disampaikan. Apabila tedapat masalah berupa kerusakan fisik kaleng ataupun salah coding maka direkam oleh operator packing dalam form daily packing report dan segera dipisahkan untuk dilakukan tindakan koreksi.

Kaleng dimasukkan dalam master carton sebanyak 12 kaleng tiap 1 MC. Bagian bawah master carton yang sebelumnya telah diberi corrugated sheet untuk mencegah terjadinya benturan selama distribusi dan begitu pula pada bagian atas kaleng , kemudian master karton direkat menggunakan lakban (bahan perekat) berlabel merek buyer. Kaleng yang telah dikemas dimasukkan dalam chill storage. Adapun suhu selama pengemasan dipertahankan berkisar antara 00C-40C.

Selama proses pengemasan, kaleng yang datang tidak hanya dalam keadaan basah tetapi juga masih terdapat daging yang menempel bahkan timbul karat pada bibir kaleng walaupun hanya berupa titik-titik kecil. Hal ini dikhawatirkan daging yang masih menempel terlewat ketika dibersihkan dan dapat menjadi sumber rekontaminasi produk karena adanya mikroba yang tumbuh memanfaatkan daging rajungan sebagai nutrien. Karat yang timbul pada kaleng diduga muncul selama proses pasteurisasi dan cooling karena sifat korosif kaleng. Penyebab utama timbulnya karat dan daging yang masih menempel pada kaleng setelah proses cooling disebabkan karena penggunaan air selama cooling yang digunakan berkali-kali dan penggunaan es curah yang mengandung garam. Tindakan koreksi yang dilakukan yaitu penggosokan titik-titik karat menggunakan busa kasar dan pengelapan kaleng sebelum dikemas. Selain itu pada tahap pengemasan, meja yang digunakan berupa meja dari jenis sainless steel. Cara kerja operator pengemasan yang cepat cenderung menimbulkan gesekan antara wadah kaleng dengan meja pengemasan, hal ini dikhawatirkan menimbulkan goresan pada kaleng yang berakibat terbentuknya kebocoran berukuran mikroskopis pada produk.

Berdasarkan SNI 01-69293-2002 mengenai daging rajungan kaleng secara pasteurisasi, teknik pengemasan yang dilakukan pada produk akhir harus dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta higienis. Pengemasan harus dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk akhir. Pada tahap pengepakan memiliki potensi hazard berupa kesalahan label, proses bertujuan mendapatkan kemasan produk yang baik dan sesuai dengan label. Oleh karena itu, setelah proses pendinginan, kaleng dikeluarkan dari bak pendingin kemudian dipindahkan ke ruang pengemasan dan dimasukkan dalam master karton sesuai dengan label. Penanganan dilakukan secara hati-hati dan teliti.

6.3 Pengaruh pengemasan terhadap daging rajungan kaleng

Kemasan yang digunakan pada produk daging rajungan kaleng di

PT. Mina Global Mandiri memiliki pengaruh yang besar terhadap produk, yaitu dapat melindugi produk dari kerusakan fisik, biologi dan kimia selama penyimpanan dan distribusi. Kemasan yang digunakan dapat mempertahankan produk tetap bersih dan melindungi dari kotoran atau pencemaran lainnya. Penggunaan kaleng tin plate yang mengkilap memberikan kesan yang menarik terhadap produk, juga penggunaan master karton yang dilapisi lilin pada bagian luarnya dapat melindungi informasi yang dicantumkan tidak rusak (tidak luntur).

Pada label kemasan kaleng mencantumkan informasi mengenai nama dagang, nama produk, berat bersih, nama dan alamat merek buyer, tanggal kadaluarsa (tanggal, bulan, dan tahun), kode produksi, komposisi bahan, nilai gizi (nutrition fact), cara penyajian dan cara penyimpanan. Informasi pada label kemasan kaleng yaitu menjelaskan nama dagang merupakan produk daging rajungan kaleng secara pasteurisasi; nama produk sesuai pesanan buyer; berat bersih produk sebesar 453,6 gram; nama dan alamat merek buyer; tanggal kadaluarsa yang mencantumkan use by kemudian tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa produk karena merupakan produk yang memiliki umur simpan lebih dari 3 bulan; daftar bahan yang digunakan yaitu daging rajungan dan mencantumkan bahan tambahan pangan yang digunakan berupa SAPP yang bertujuan untuk mempertahankan warna daging (to retain color) dan menuliskan “may contain shell” agar konsumen berhati-hati ketika mengkonsumsi produk; keterangan mengenai halal tidak dicantumkan karena hasil laut berdasarkan hukum islam merupakan produk pangan halal; kode produksi yang dicantumkan memberikan informasi mengenai perusahaan produsen, kode asal negara, tipe jenis daging, kode mixing, nomor keranjang, tanggal produksi (Julian date) dan tahun produksi; nilai gizi yang mencantumkan presentase total lemak 0%, kolesterol 22 %, sodium 9%, total karbohidrat 0%, protein 11 gram, vitamin A 0%, vitamin C 0%, kalsium 6%, dan besi 15%; pada label kaleng juga memberikan petunjuk penggunaan dan petunjuk penyimpanan agar produk disimpan pada suhu rendah. Sebagai contoh, merek A memberikan petunjuk penggunaan produk agar kaleng daging rajungan diletakkan dalam medium yang hangat selama 2-3 menit sebelum daging dicampurkan pada masakan yang diinginkan, dan berhati-hati terhadap cangkang rajungan yang mungkin masih tersisa. Sedangkan petunjuk penyimpanan menyarankan produk tetap disimpan dalam refrigerator agar daging tidak mengalami perubahan mutu.

Pada label master karton mencantumkan informasi mengenai nama dagang, nama produk, jenis produk (jenis daging rajungan), kode produksi, (barcode), jumlah kaleng, jumlah berat produk yang dikemas, cara penyimpanan, negara tujuan, dan negara yang memproduksi. Label yang digunakan memenuhi persyaratan label yang sesuai yaitu tidak mudah lepas, tidak mudah luntur atau rusak, mudah dibaca dan memberikan keterangan yang benar serta tidak menyesatkan.

Menurut Asrofi (1977), pelabelan merupakan alat untuk menunjukkan fungsi seni dari pengemasan, dengan isinya yang telah diidentifikasi, sehingga pembeli tertarik untuk membeli serta memberikan informasi yang jelas tentang produk. Fungsi kedua dari pelabelan yaitu untuk menutupi pengemas. Cetakan yang sederhana, jelas, mudah dibaca, dan disusun menarik pada desain kemasan secara keseluruhan juga dapat membantu memasarkan produk.

Berdasarkan lima fungsi utama pengemasan bahan pangan menurut Buckle et,al. (1987), proses pengemasan yang dilaksanakan di PT. Mina Global Mandiri telah memenuhi lima fungsi utama tersebut, yaitu (1) dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya, (2) memberikan perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan sinar, (3) memberikan pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan, (4) mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut rancangan dan dapat mempermudah pada tahap selanjutnya selama pengelolaan di gudang dan selama pengangkutan unuk distribusi (5) mempertimbangkan ukuran, bentuk dan beratnya sehingga kemasan berfungsi secara benar, efisien, dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan. Hal ini berarti bahan pengemas harus sudah dirancang untuk siap dipakai pada mesin-mesin yang ada atau baru akan dibeli atau disewa untuk keperluan tersebut.

6.4 Penyimpanan dingin produk akhir

Proses penyimpanan produk akhir di perusahaan telah dilaksanakan secara sistematis dan memperhatikan kondisi ruang penyimpanan yang bersih, kering, dan menggunakan suhu rendah. Produk yang telah dikemas dimasukan dalam chill storage dengan suhu ruangan 00±20C. Penyimpanan dilakukan dengan menerapkan sistem FIFO (First In First Out) dan diletakkan secara teratur berdasarkan merek produk dan jenis produk yang disusun berdasarkan abjad. Penyimpanan produk akhir dengan ketinggian yang tidak melebihi garis pembatas, dan diberi jarak dengan dinding serta produk tidak bersentuhan langsung dengan lantai dengan cara penumpukan menggunakan alat penunjang yaitu pallet (pallet racking system).

Pola penyusunan penyimpanan produk akhir dengan menggunakan Pallet Racking System, yang digunakan agar produk disusun dan disimpan secara sistematis sehingga memudahkan ketika pembongkaran ataupun ketika pengambilan sampel. Pallet racking system ini disesuaikan dengan tipe dan volume produk berupa daging rajungan pasteurisasi yang mudah mengalami kemunduran mutu, kapasitas ruangan yang mampu menampung ±13.500 master karton, dan penyimpanan produk dengan menggunakan suhu rendah, serta frekuensi penyusunan secara perputaran ataupun urutan untuk akses penyimpanan dengan sistem FIFO. Penataan tersebut bertujuan memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat merata dan memudahkan pembongkaran.

Berdasarkan SNI 01-69293-2002 mengenai daging rajungan kaleng secara pasteurisasi, penyimpanan produk akhir dalam chill storage dengan suhu produk maksimal 50C dengan fluktuasi suhu ±20C. Penataan produk dalam chill storage diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat merata dan memudahkan pembongkaran. Fluktuasi suhu yang terjadi ditekan seminimal mungkin agar pendinginan dapat mengawetkan bahan pangan sesuai waktu yang diinginkan dimana suhu rendah yang digunakan dalam pengawetan pangan tidak dapat menyebabkan kematian bakteri, sehingga jika bahan pangan dikeluarkan dari penyimpanan dan dibiarkan hingga mencair kembali, maka pertumbuhan bakteri pembusuk dapat berjalan dengan cepat.

Produk daging rajungan pasteurisasi dapat mengalami penurunan mutu dengan cepat dan waktu penyimpanan akan singkat jika tidak ditangani dan disimpan secara tepat. Penyimpanan produk pada tingkat suhu rendah di PT. Mina Global Mandiri tujuannya adalah untuk mempertahankan semua faktor mutu dengan daya awet dan biaya yang masih menguntungkan dan sesuai dengan yang diinginkan. Sistem penyimpanan pada chill storage menggunakan sistem tiupan udara (air blast freezing), dengan kelembaban relatifnya tetap dipertahankan antara 80-90%. Menurut Anonim (2008), penggunaan blast freezer pada ruang penyimpanan produk akhir tergantung pada tipe dan volume produk yang disimpan sebagai kunci utama untuk menentukan kecepatan pendinginan yang dibutuhkan selama penyimpanan. Hal yang perlu diperhatikan juga yaitu penempatan posisi evaporator dan plenum pada ruangan untuk memaksimalisasi sirkulasi udara dingin pada produk. Suhu rendah yang diperlukan pada blast freezer dimana infiltrasi panas harus terjaga pada level yang sangat rendah dengan tujuan mengurangi kristal es yang terbentuk. Oleh karena itu, digunakan pintu ruangan pendingin berinsulator yang dirancang dengan baik untuk mencegah terjadinya kebocoran suhu yang dikombinasikan dengan konstruksi ruangan berinsulator yang sesuai agar aplikasi mesin blast freezer dapat efektif.

Penggunaan fasilitas ruang pendingin sebagai gudang penyimpanan produk akhir daging rajungan kaleng memperhatikan tipe produk yang highly perishable dan toleransinya yang rendah terhadap perubahan suhu secara fluktuatif yang mungkin terjadi selama penyimpanan dalam chill storage sehingga pemantauan suhu ruangan dan produk dilakukan secara berkala untuk mencegah terjadinya penyimpangan suhu yang besar. Penggunaan pintu berinsulator berdasarkan tipe pendinginan, ukuran ruangan pendingin, dan lokasi ruang pendingin juga dapat menambah efisiensi operasi ruang pendingin.

Penerapan teknologi refrigerasi di PT. Mina Global Mandiri memberikan manfaat yang besar bagi perusahaan yaitu memudahkan dalam mempertahankan mutu produk daging rajungan kaleng selama penyimpanan hingga diperoleh konsumen, menghindari kerusakan makanan dalam kaleng selama penyimpanan, dan kemudahan perusahaan untuk menyimpan bahan baku dan produk akhir tetap segar.

6.5 Kerusakan makanan pada kaleng selama penyimpanan

Daging rajungan kaleng yang diolah secara pasteurisasi merupakan produk pangan yang mudah rusak (highly perishable), oleh karena itu resiko kerusakan makanan dalam kaleng selama penyimpanan sangat tinggi. Observasi yang telah dilakukan di PT. Mina Global Mandiri menunjukkan kerusakan makanan yang terjadi selama penyimpanan selalu terdeteksi dengan pengujian laboratorium melalui open product pada sampel sehari setelah produk disimpan dalam chill storage. Sehingga kerusakan makanan dalam kaleng selama penyimpanan dapat dicegah sedini mungkin.

Pada saat open product dilakukan pengujian mikrobiologi dan kimia serta penilaian organoleptik produk akhir. Pengujian mikrobiologi berupa uji TPC, koliform, Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Vibrio parahaemolitycus, sedangkan pengujian kimia berupa uji CAP (kloramfenikol), formalin, dan residu klorin. Penilaian organoleptik berdasarkan parameter aroma, warna, tekstur, rasa, dan penampakan serta kadar air yang terkandung dalam produk. Bila terdapat hasil pengujian yang tidak sesuai atau melebih batas seperti kadar CAP yang tinggi (melebihi 0.5 ppb) maka dilakukan penelusuran kode produksi untuk menarik seluruh produk yang diproduksi pada saat bersamaan untuk diuji kembali keabsahan hasil pengujian yang sebelumnya. Adapun hasil pengujian mikrobiologi yang menemukan jumlah pertumbuhan mikroba yang tinggi maka dilakukan penelusuran penyebab kerusakan makanan, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, waktu dan suhu pasteurisasi yang tidak tepat, waktu dan suhu selama pendinginan, suhu pada proses pengemasan, atau terjadinya fluktuasi suhu selama penyimpanan pada chill storage.

Produk kaleng memiliki kecenderungan terbentuknya karat. Perkaratan adalah pembentukan lapisan longgar dari peroksida yang berwarna merah coklat sebagai hasil proses korosi produk pada permukaan dalam kaleng. Pembentukan karat memerlukan banyak oksigen, sehingga karat biasanya terjadi pada bagian head space dari kaleng. Tetapi karat yang timbul selama proses pengemasan di PT. Mina Global Mandiri hanya ditemukan pada bagian luar kaleng (bagian bibir kaleng berupa titik-titik kecil) dan tidak ditemukan pada bagian dalam kaleng ketika open product. Proses korosi jika terus berlangsung dapat menyebabkan terbentuknya lubang dan kebocoran pada kaleng. Menurut Julianti dan Nurminah (2007), perkaratan pada kemasan kaleng ini dapat menyebabkan terjadinya migrasi Sn ke dalam makanan yang dikemas.

Berbagai faktor tersebut mempengaruhi kualitas makanan selama proses penyimpanan karena ketidaksempurnaan proses pengolahan memberikan kesempatan bagi mikroba untuk dapat tumbuh dan berkembang biak yang menurunkan kualitas produk. Daging rajungan dapat mengalami perubahan biokimia yang terlihat pada perubahan warna, rasa, tekstur, aroma dan penampakan. Kerusakan produk kaleng biasanya disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme, kebocoran kaleng, dan underprocess. Kebocoran kaleng terjadi dari kerusakan kaleng, tertusuk benda tajam atau penanganan yang kasar (Ibrahim et.al., 2007). Menurut Julianti dan Nurminah (2007), kemasan produk pangan selain berfungsi untuk melindungi produk, juga berfungsi sebagai penyimpanan, informasi dan promosi produk serta pelayanan kepada konsumen. Mutu dan keamanan pangan dalam kemasan sangat tergantung dari mutu kemasan yang digunakan, baik kemasan primer, sekunder maupun tersier.

7. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Pengemasan merupakan bagian integral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan, terutama pada proses pengalengan daging rajungan pasteurisasi di PT. Mina Global Mandiri. Bahan kemasan yang digunakan harus bersih yaitu kaleng jenis tin plate yang telah dicuci dan kardus lipat berlapis lilin serta corrugated sheet dalam keadaan bersih, tidak mencemari produk yang dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk daging rajungan dalam kaleng secara pasteurisasi. Teknik pengemasan yang dilakukan dengan cepat, cermat memperhatikan jenis produk yang dikemas sesuai dengan label dan merk produk serta kode produksi yang tepat, saniter dan higienis dengan selalu menjaga kebersihan ruang pengemasan sebelum dan setelah proses berlangsung. Pengemasan harus dilakukan dengan kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk akhir yaitu dengan proses penutupan kaleng secara hermetis.

Pelabelan dan pemberian kode pada produk telah mencantumkan label yang benar dan mudah terbaca, menggunakan bahasa yang disyaratkan oleh importir yaitu bahasa inggris, serta memberi keterangan mengenai jenis produk, berat bersih produk, negara dimana produk ini berasal, bahan tambahan yang digunakan berupa SAPP, keterangan (tanggal, bulan, tahun) waktu produksi, keterangan (tanggal, bulan, tahun) waktu kadaluarsa, komposisi, nilai nutrisi produk, cara penyajian dan cara penyimpanan.

Penyimpanan produk akhir di chill storage dengan suhu ruangan 00±20C menerapkan Sistem FIFO (First In First Out) dan Pallet Racking System. Penataan produk dalam chill storage diatur sedemikian rupa berdasarkan urutan abjad jenis produk dan pemberian jarak antara produk dengan dinding ruangan serta pembatasan tinggi tumpukan produk yang tidak melebihi tinggi mesin pendingin (pemberian red line), serta peletakan tumpukan produk menggunakan alat penunjang berupa pallet agar tidak bersentuhan langsung dengan lantai. Penataan tersebut bertujuan memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat merata dan memudahkan pembongkaran.

Berdasarkan hal-hal tersebut, praktek lapang ini telah memberikan manfaat bagi penulis untuk dapat memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan S1 pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, mengetahui dan mempelajari kegiatan usaha perikanan di PT. Mina Global Mandiri, Purwakarta-Jawa Barat, serta menambah wawasan mahasiswa dibidang pengemasan dan penyimpanan produk akhir khususnya dalam pengalengan daging rajungan pasteurisasi.

7.2 Saran

Selama proses pengemasan yang dilakukan di PT. Mina Global Mandiri, Purwakarta-Jawa Barat, perlu memperhatikan kemungkinan timbulnya karat pada kaleng dan kebocoran yang bersifat mikroskopis. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan pada wadah pengemasan yaitu :

· Perlunya memperhatikan kondisi air pendinginan yang digunakan agar selalu diganti setiap kali penggunaan dan memperhatikan kebersihan air tersebut.

· Es curah yang digunakan juga sebaiknya lebih diperhatikan kualitasnya agar es yang digunakan tidak mengandung garam sehingga tidak menyebabkan karat pada bibir kaleng.

· Pada meja pengemasan sebaiknya diberi tambahan lapisan meja yang dapat meminimalisir terjadinya benturan dan gesekan antara kaleng dengan meja yang sesuai dengan standar pengolahan pengalengan daging rajungan pasteurisasi.

Lampiran 1. Jurnal Kegiatan Praktek Lapang (harian) 53

Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. Mina Global Mandiri 55

Lampiran 3. Sertifikat Kelayakan Proses Pengolahan 56

Lampiran 4. Sertifikat HACCP Integrated Quality Management Program 57

Lampiran 5. Sertifikat Kelayakan Air bersih dan Es 58

Lampiran 6. Sertifkat Kelayakan Air Limbah 59

Lampiran 7. Layout Denah Bangunan PT. Mina Global Mandiri 60

Lampiran 8. Evaluasi Pembongkaran Seam Kaleng di PT. Mina Global Mandiri 61

Lampiran 9. Laporan Harian Pengemasan di PT. Mina Global Mandiri 62

Tinggalkan komentar